Senin, 31 Mei 2010

KONTEMPLASI

Kebudayaan diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya, terutama kebutuhan hidup fisiknya. Setelah kebutuhan pokok dapat dipenuhi, manusia menciptakan kesenian yang merupakan salah satu kebutuhan psikisnya yang tecukupi melalui rasa indah (seni: rasa indah) Kesenian merupakan kelanjutan dari kebudayaan. Kebudayaan yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan fisik cenderung pada kebutuhan material. Apabila kebutuhan ini telah terpenuhi, maka manusia akan mencari kebutuhan lain yang belum diperolehnya. Itulah kebutuhan psikis yang cenderung pada kebuuhan spiritual, termasuk didalam kesenian. Dapat saja terjadi bahwa ketika kebutuhan pokok manusia yang belum seluruhnya terpenuhi, kesenian sudah timbul walaupun wujudnya masih samar-samar.Keindahan dapat dinikmati menurut selera seni maupun selera biasa.

Keindahan yang didasarkan pada selera seni didukung oleh factor kontemplasi dan ekstansi. Kontemplasi itu sendiri ialah dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah. Ekstansi adalah dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan menikmati sesuatu yang indah. Apabila kedua dasar ini dihubungkan dengan bentuk diluar manusia, maka akan terjadi penilaian bahwa sesuatu itu indah. Sesuatu yang indah itu memikat atau menarik perhatian orang yang melihat, mendengar. Bentuk diluar diri manusia itu sendiri berupa karya budaya yaitu karya seni lukis, seni suara, seni tari, seni sastra, seni drama dan film, atau berupa ciptaan Tuhan misalnya pemandangan alam, bunga warna-warni, dan lain-lain.

Apabila kontemplasi dan ekstansi itu dihubungkan dengan kreativitas, maka kontemplasi itu factor pendorong untuk menciptakan keindahan, sedangkan ekstansi itu merupakan factor pendorong untuk merasakan, menikmati keindahan. Karena derahat kontemplasi dan ekstansi itu berbeda-beda antara setiap manusia, maka tanggapan terhadap keindahan karya seni juga berbeda-beda. Mungkin orang yang satu mengatakan karya seni itu indah tetapi orang lain mengatakan karya seni itu kurang indah, karena selera seni berlainan.

Bagi seorang seniman selera seni lebih dominant dibandingkan dengan orang bukan seniman. Bagi orang bukan seniman mungkin factor ekstansi lebih menonjol. Jadi ia lebih suka menikmati karya seni daripada menciptakan karya seni. Dengan kata lain, ia hanya mampu menikmati keindahan tetapi tidak mampu menciptakan keindahan.


sumber:

  • Ensiklopedia: Britannica Encylclopedia. London
  • Koentrjaraningrat.1974. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
  • Widyosiswoyo, Supartono. 1993. Ilmu Budaya Dasar. Bogor: Ghalia Indonesia
  • nindythaa.ngeblogs.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar